Selamat datang kembali, apa kabar kalian sekarang ini ? Semoga baik2 saja ya... Btw model judulnya terinspirasi dulu sewaktu masih rajin lihat pos2 di web semboyan35. Apalagi biasanya ada kabar seputar kereta api yang menarik. Sekarang sudah jarang sekali buat buka lagi dan konon sudah nonaktif sampai hari ini. Padahal komunitas disana sudah sangat kuat. Maaf ya semisal 2 minggu jarang update, karena Bulan Ramadhan ini ada beberapa acara besar.
Saat ini rel kereta api yang beroperasi di pulau Jawa dan sebagian pulau sumatera (terkecuali Aceh) menggunakan lebar sempit model cape gauge (1067 mm). Lebar sempit atau dalam bahasa inggris yaitu narrow gauge mendominasi seluruh negara" ASEAN termasuk metre gauge (1000 mm) yang terdapat di Malaysia, Thailand, Singapura dan negara-negara ASEAN lainnya selain Indonesia dan Filipina yang masih satu tipe dengan disini.
Kedua lebar rel ini sangat mendominasi tapi bukan berarti hanya ada dua model itu saja. Di daerah Aceh semisal ada rel dengan lebar 750 mm dan kalau tidak salah rel tersebut bergerigi juga. Sejarah dengan lebar rel ini dibangun karena pada awal abad ke-20, Hindia Belanda menggunakannya untuk kepentingan perang disana setelah sebelumnya menggunakan cape gauge juga. sekitar tahun 2012 atau 2013 salah satu jalur kereta yang direvitalisasi tersebut diresmikan dan kali ini mengikuti lebar standar atau standard gauge (1435 mm). Menjadi dominasi utama dari lebar rel di dunia sekaligus menjadi pertama di Indonesia pasca kemerdekaan.
Konon proyek ini merupakan kerja sama PT KAI lewat Kemenhub Indonesia dengan SNCF (Perusahaan kereta dari Prancis) sejak 2005 dan selanjutnya akan menjadi bagian dari Trans-Sumatra. Sekarang sedikit diperdebatkan karena bentrok dengan lebar 1067 mm dari arah Medan, kemungkinan besar dibuat double gauge daripada regauge/mengganti lebar rel (andai di regauge pun suatu saat akan di regauge lagi ke asalnya karena lahannya yang sudah tersedia sebelum"nya). Kereta yang satu-satunya beroperasi disana adalah KA perintis Cut Meutia sepanjang jalur tersebut yaitu 11,5 km dari Krueng Mane-Krueng Geukeuh.
Pada masa penjajahan Belanda lebar rel waktu itu relatif bervariasi. Awal berkembangnya kereta api di Indonesia, khususnya segmen Semarang - Solo - Yogya yang merupakan jalur tertua di Indonesia dibangun oleh perusahaan kereta api swasta NIS (Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij) menggunakan lebar standar. Kegunaannya sangat penting karena mengangkut hasil perkebunan di kedua daerah tersebut menuju Semarang dan diekspor lewat jalur laut. Beberapa tahun kemudian SS (Staatsspoorwegen) yaitu perusahaan "BUMN" Hindia Belanda dalam kereta api berdiri dan menjadikan lebar 1067 mm sebagai standar lebar rel. Waktu itu tidak ada masalah karena andaikan melewati jalur perusahaan lainnya yang memiliki lebar yang beda, hanya tinggal dibangun rel dengan lebar berbeda didalamnya (ataupun dengan membuat jalur baru disampingnya) dengan lebar tersendiri sudah dibilang cukup. Masih ada selain kedua lebar tersebut seperti untuk trem perkotaan seperti di Jakarta, Semarang dll.
Ketika Belanda keluar dari Indonesia karena kekalahan oleh Jepang, ada perubahan yang sangat drastis yaitu menyamakan lebar seluruh rel menjadi narrow gauge terutama di jalur Semarang - Yogya - Solo. dan puncaknya pengurangan panjang total rel besar-besaran untuk dijual dan masuk dalam kas Jepang sebagai keuntungan negara karena ada jalur yang tidak efektif. Kembali ke lebar rel, konon ada beberapa jalur yang menggunakan lebar campuran (1067 dan 1435 mm).
Sebelum masa kepresidenan ke-7, Presiden Joko Widodo yang sekarang, wacana proyek rel kereta dengan tipe gauge yang berbeda sudah ada dan baru sebagian saja yang sudah beroperasi. Paling banter yaitu di daerah Aceh tadi, lebih tepatnya Aceh Utara. Untuk sekarang banyak sekali pr proyek tersebut. Dari Trans-Sulawesi yang sudah mencapai proses fisik, Trans-Kalimantan dengan bantuan investor luar dan belum ada perkembangan terbaru karena negoisasi pembebasan lahan yang belum selesai, dan yang kita tunggu suatu saat nanti yaitu Trans-Papua.
Awal proyek Trans-Papua ini dimulai dari Irian Jaya dan berlanjut ke arah timur menuju Papua. Mengapa aku tunggu ini? selain lebar yang berbeda dengan di Jawa, kontur tanah papua dominan dengan pegunungan yang dimana membutuhkan waktu yang lebih lama daripada melewati rawa kemudian daerah dataran rendah biasa. Sekaligus biaya konstruksi yang bisa sampai ribuan triliun rupiah.
Mengingat 20-30 tahun yang akan datang rel di Indonesia akan didominasi dengan rel berlebarkan 1435mm, apakah Pulau Jawa dan sebagian Pulau Sumatra yang sudah beroperasi lebih dahulu, berani mengubah lebar rel dari narrow gauge menjadi standar gauge ? Untuk Sumatra terutama bagian selatan masih bisa apalagi salah satu keuntungan terbesar dari PT KAI adalah angkutan Batubara (walaupun jalur Tanjung Karang-Kertapati sudah berjalan setengah langkah proyek double track), bagian utara yaitu Sumatra Utara juga bisa karena didukung dengan rel dari Aceh tadi yang sudah siap sebelum-sebelumnya. Terakhir untuk Jawa kita bicarakan secara khusus karena pertimbangan yang lebih krusial.
Jalur yang sudah lama berjalan di Jawa bisa saja mengganti tipe lebar rel ini menjadi lebar standar. Tapi ada beberapa catatan disini. Pertama mengganti rel secara keseluruhan tidaklah murah. Karena lahan yang dibutuhkan lebih lebar dan lagi-lagi PT KAI harus membebaskan tanah di pinggir rel. Kemudian sudah berjalannya proyek besar PT KAI sampai tahun 2018 ini yaitu double track dari masa awal reformasi seperti Cikampek - Cirebon dan tinggal beberapa tahun lagi jalur kereta padat sudah dapat merasakan double track kecuali Tasikmalaya - Bandung. Rasanya sudah terlanjur ketika rel disini diganti dengan lebar rel yang lebih besar dari sebelumnya.
Pastinya lokomotif yang didesain untuk tiap lebar berbeda dan mau tidak mau juga ikut diganti. Contoh dari suatu video di youtube berupa dokumentasi pengiriman CC 206 menuju pelabuhan dari pabrik GE di Amerika yang sudah 5 tahun lalu diambil. Lokomotif utama yang bertugas menarik angkutan unit lokomotif ini saja lebih besar daripada apa yang diangkut, belum juga tenaga mesin untuk bisa menarik seberapa banyak gerbong yang mampu dibawa dan di saat bersamaan dengan meningkatnya kapasitas gerbong tersebut. Alasan terakhir dari sekian alasan menurut pendapatku lalu lintas kereta api di Jawa dominan padat dari siang sampai malam yang membutuhkan manajemen jadwal yang lebih berkelanjutan agar menyesuaikan dengan proyek ini terkecuali sudah menjadi pertimbangan awal.
Solusinya ada dua, seperti di Malaysia atau India. Keistimewaan Negara Malaysia walaupun dengan lebar yang lebih sempit dari sini, bisa diakali dengan meningkatkan kualitas rel dan ada bagian rel yang dimodifikasi. Semisal kita melihat video hunting kereta api dari Indonesia di Youtube, saat zooming menuju kereta, struktur rel disini seolah-olah keriting. Hal yang bisa kita rasakan secara langsung ketika naik kereta api yaitu ketika sudah mencapai kecepatan 60 km/j ke atas, di dalam kereta selalu berguncang-guncang terutama saat melewati persimpangan rel. Secara teknis tersebut, struktur rel di Indonesia (lebar sempit) hanya mendukung untuk dilintasi dengan kecepatan maks 120 km/j. Kalau negeri Jiran ? bisa mencapai 130 km/j. Sekilas tidak ada perbedaan yang terlihat, kecuali dari segi spesifikasi lebar rel yang dimana metre gauge hanya 100-110 km/j maksimal yang dimana terdapat peningkatan secara signifikan. Dan pastinya rel tersebut tidak keriting.
Maka kita tahu dengan istilah proyek kereta kencang di Indonesia dengan rute yang direncanakan Jakarta - Surabaya (jalur pantura). Yaitu memaksimalkan rel kereta agar bisa mencapai taspat yang lebih tinggi tanpa harus mengganti jalur rel dari lebar rel ataupun membuat jalur baru (kecuali kebutuhan seperti saat melewati kelokan yang tajam). Diwacanakan bisa mencapai 160 km/j bahkan tidak harus membeli unit lokomotif yang baru karena ada CC 206 yang siap untuk melewati jalur sana dengan kecepatan maks 160 km/j pula.
*Tambahan
sebelum update (wikipedia versi indo): 160 km/j
sesudah update : 120 km/j
wikipedia versi inggris : 120-140 km/j
Artinya bertambah kecepatan maksimal ini sebesar hampir 50% dari normalnya dengan dukungan awal dari siapnya loko CC 206 untuk mencapai kecepatan setinggi itu. Berlanjut selain persiapan lokomotif yaitu dengan sinyal rel yang sudah dielektrifikasi, kereta yang didesain khusus dengan ketahanan kecepatan sebesar itu, pengurangan perlintasan sebidang dan sebagian menjadi overpass ataupun flyover, pastinya fisik dari rel yang juga siap untuk mencapai kecepatan 160 km/j terutama dari bantalan rel.
Atau bisa menerapkan seperti India seandainya kebutuhan untuk mengganti lebar rel lumayan kuat. Perubahan di India begitu drastis karena dari narrow gauge langsung melompat menuju broad gauge. Untuk metodenya kalau tidak salah memasang dua lebar rel dalam satu bantalan rel yang baru dan ketika sudah selesai, satu persatu bagian rel dengan lebar sempit dilepas sepenuhnya. Tapi yang jelas lebih mahal lagi biaya yang dikeluarkan dibanding saat dikonversi dengan standard gauge atau lebar standar karena bersamaan lahan yang dibutuhkan lebih banyak.
Disamping kelemahan rel lebar sempit lainnya seperti produsen kereta yang harus memiliki bagian khusus dibanding dan memiliki kapasitas per lebar yang lebih kecil daripada standar, ternyata masih ada beberapa kelebihan yang menjadi pertimbangan tersendiri. Pertama yang sudah pasti tidak membutuhkan lahan yang besar, biaya perawatan yang relatif lebih murah.
Satu hal yang menjadi kelemahan untuk lebar rel yang lebih besar adalah distribusi tenaga yang lebih besar dan secara bersamaan bisa mencapai akselerasi yang lebih tinggi, sedangkan lebar diatasnya lebih condong optimal ke kecepatan maksimal. Artinya apa ? untuk penggunaan komuter terutama di negara berkembang masih dibutuhkan. Untuk acuan ini sudah pasti merujuk ke Negeri Sakura yaitu Jepang. Kereta komuter disana sangat padat baik underground, ground, ataupun elevated rail dengan lebar yang sama baik di Jawa, Sumatra bagian selatan dan utara selain Aceh.
Manakah opsi yang terbaik ? Well..., sampai sekarang tidak ada satupun opsi yang terbaik sampai sudah sesuai kondisi apa yang dibutuhkan. Lebar standar untuk kereta jarak menengah dan jauh bisa memilih opsi yang awal. Tapi seandainya lebih fokus dengan penggunaan komuter apalagi diluar jalur padat kereta reguler tetapi di area metropolitan semacam MRT, Tram, LRT atau sebagainya, lebar sempit bukanlah hal masalah. Kembali lagi, semua ini menjadi pertimbangan PT KAI yang walaupun terasa sangat mahal untuk membayar ini, bukan berarti akan ditunda terus-menerus bahkan hanya sebagai wacana. Karena Jawa sebagai benchmark dari perkembangan Indonesia terutama dalam bidang perkereta apian pasti menjadi kebanggaan bagi kita ketika sudah ada kemajuan kereta api terutama suatu saat ketika seluruh rel sudah terelektrifikasi, double track, dan pastinya lebar rel yang sudah menjadi lebar standar untuk seluruh dunia dll.
Btw bisa saja suatu saat Indonesia akan seperti India yang langsung lompat menuju broad gauge, andai saja...
Berakhir sudah opini aku dengan lebar rel terutama di Indonesia. Walau hanya berbeda jarak yang tidak begitu jauh dari segi matematis, impact yang terasa sangat berbeda dan para teknisi tertantang dalam membuat sebuah konsep kereta untuk mengejar efektifitas dan efisiensi dari segi teknis sekaligus menyesuaikan kebutuhan tiap tempat. Andai para pembaca berbudiman mempunyai opini sendiri, silahkan tulis komentar di bawah postingan. Maaf andai ada ketidakakuratan data ataupun kesalahan penyampaian dari penulis. Kita berjumpa lagi di proyek opini selanjutnya
So Much Thanks and Goodbye... ;D
*sumber : id.wikipedia.org
sama-sama :D
ReplyDeleteMungkin sudah waktunya investasi di bidang kereta api, jangan jalan tol melulu. Kereta api jalur ga rata dan ga mulus, kadang di stasiun pun miring jadi ga enak. Kereta cepat jakarta surabaya juga jangan dibuat narrow gauge juga yang kecepatan maksimalnya ga beda jauh sama kereta argo sekarang, tapi kalo udah diputuskan gitu yaa mau gimana kita rakyat cuma bisa liat.
ReplyDeleteHarapannya sih bisa migrasi ke standar/broad gauge dan kereta cepatnya minimal dua kali kecepatan sekarang lah, dan reaktivasi jalur kereta dulu yang udah lama tergantikan sama jalan raya