Selamat datang kembali disini. Apa kabar kalian ? Semoga dalam keadaan baik-baik saja ok... Sekali-kali aku buat postingan yang sekedar imajinasi atau wacana kereta api Indonesia yang akan datang seperti yang pernah aku buat beberapa waktu sebelumnya
Karena aku bertempat tinggal di Kota Solo yang secara otomatis dekat dengan Yogyakarta, aku sekeluarga terkadang pikniknya selalu kesana. Tapi ketika masuk/keluar kota Yogya, selalu dihadang kemacetan. Untuk benar2 keluar dari Kota Yogya saat sore hari bisa menembus 1 jam lebih. Salah satu solusi alternatifnya adalah naik kereta Prameks. Permasalahan baru muncul yaitu permintaan/demand pengguna yang mulai melebihi persediaan kereta yang ada. Artinya setiap jam sibuk, sisa kursi kereta selalu habis baik hari biasa hingga puncaknya weekend.
Terpikirkan bagaimana seandainya akan dibuatkan jalur kereta cepat (300 km/j) dari Yogya menuju Solo dan diteruskan menuju Semarang. Aku yakin demandnya sangat besar terutama semisal kereta cepat Jakarta-Surabaya sudah jadi dan dapat terintegrasi. Mari kita bahas lebih dibawah
Apakah bisa dibuatkan jalur kereta cepat Yogyakarta-Solo-Semarang yang tergabung menjadi Joglosemar ini? Bisa banget, tapi tidak semudah yang diharapkan dan ada semacam pertimbangan sebelum megaproyek ini terlaksana. Bisa dikatakan proyek kereta cepat ini merupakan proyek berskala jangka panjang juga
Joglosemar ini merupakan salah satu program pemerintah pusat berupa gabungan ketiga kota besar tersebut yang akan menjadi sebuah segitiga emas di Jawa. Memiliki tujuan memanfaatkan potensi perekonomian yang luar biasa melimpah untuk digarap di daerah ini. Dari segi historis konsep ini dirancang pada tahun 1997 tapi sempat tidak terwujud karena berakhirnya era orde baru. Tapi program ini kembali bergaung sejak tahun 2017 lalu (cmiiw). Secara geografis diapit di antara Jabodetabek yang berada di sisi barat dan Surabaya, Malang dan kota2 di sekitarnya yang berada di sisi timur. Keduanya bisa dikatakan sebagai dua kutub perekonomian yang berkembang masif di pulau Jawa ini.
Tak ada salahnya dari kondisi tersebut, daerah Joglosemar ini dapat memiliki kereta cepat yang menghubungkan ketiga kota besar tadi. Semakin didukung dengan kepadatan lalu lintas disini yang tidak berbanding lurus dengan jumlah angkutan massal yang mengakomodir. Baik mikro (<8 penumpang) seperti ojek, angkutan, dan taksi hingga makro seperti bus/BRT, LRT/tram, hingga MRT/kereta komuter. Serta belum bisa dikatakan angkutan-angkutan tersebut saling menopang yang mengakibatkan tidak dapat bekerja efektif sepenuhnya.
Kalau dihitung jarak ketiga kota tadi, kurang lebih bisa menembus 150 km dan dengan kereta cepat disini Semarang-Yogya bisa ditempuh selama 30-45 menit, padahal sudah termasuk mampir menuju Solo. Seandainya proyek ini benar2 terwujud, bisa banget buat bekerja sama dengan Negeri Sakura yaitu Jepang karena lebih berpengalaman untuk mengembangkan kereta cepat hingga sekarang ini
Untuk segi rute terdapat pilihan yang relatif sangat fleksibel.
1. Melewati sekaligus berhenti di Magelang. Otomatis berhenti juga di Ambarawa dan semisal buat menuju Salatiga disediakan bus feeder. Tapi otomatis setelah itu menuju Yogya terlebih dahulu dan Solo menjadi tujuan akhir
2. Melewati sekaligus berhenti di Salatiga. Untuk menuju Ambarawa yang dimana memiliki museum lokomotif jadul, bisa diterapkan bus feeder seperti diatas.
3. Mengikuti jalur excisting Semarang-Solo. Bisa dikatakan ini versi non stop dan opsi inilah yang aku terpikir pertama kalinya saat membuat postingan ini. Bahkan tidak berhenti di Klaten karena sudah ditangani dengan Prameks. Konsekuensinya KRD Prameks sudah tidak disubsidi jika kereta cepat ini sudah berjalan (kembali lagi, pemerintah lah pemegang kebijakan ini).
4. Bahkan setelah Semarang, kereta cepat tersebut berlanjut ke Kudus/Demak dan berakhir di Jepara. Artinya potensi pariwisata semakin mudah untuk dimanfaatkan. Apalagi di Jepara terdapat beberapa objek pariwisata laut seperti Karimunjawa dan beberapa pantai disana plus di Demak/Kudus yang telah terkenal menyediakan wisata religi. Benefitnya lagi, bisa menjadi jauh lebih cepat untuk menuju kedua tempat itu walaupun ada kemungkinan 1 atau 2 jam sekali baru bisa diberangkatkan. Karena demandnya kurang semantap lintas Joglosemar.
Untuk sektor ekonomi seperti yang dijelaskan diatas, akan semakin berkembang pesat. Belum lagi semisal status KRD Prameks menjadi kereta KRL yang dimana dapat menjangkau antar daerah di sekitaran lintas Solo-Yogya, kereta cepat ini dapat menjadi pelengkap untuk skala yang lebih masif lagi.
Bukannya kereta cepat Joglosemar ini akan sepi peminat? Seharusnya, tapi dalam kondisi lapangan sekarang ini sudah menjadi peluang tersendiri bagaimana perkembangan kereta cepat Joglosemar ini selanjutnya. Apalagi kalau ternyata beneran terjadi, KRL tersebut mungkin beroperasi pada tahun 2020 dan sekitar 5-7 tahun kedepan kereta cepat ini baru dapat dibangun. Peran KRL tersebut secara otomatis juga membawa dampak positif bagi kereta cepat ini salah satunya meningkatkan jumlah potensi penumpang transportasi tersebut. Rasanya masih lama untuk dapat terwujud tapi lebih baik beroperasi di saat, waktu, dan kondisi yang tepat.
Permasalahan yang muncul tetap ada. Semisal rumah penduduk di pinggir rel yang sangat memungkinkan terkena kebisingan kereta cepat tersebut walaupun perkembangan inovasi teknologi kereta yang tetap berjalan dan tidak berhenti untuk mengatasi berbagai masalah termasuk mengurangi tingkat kebisingan kereta. Belum biaya operasional yang menguras jika kita bandingkan dengan kondisi perekonomian Indonesia yang sekarang. Dan juga biaya pembangunannnya yang menembus angka ratusan triliun rupiah. Seandainya dibangun menggunakan dana pinjaman dari negara lain tidak masalah, yang terpenting negara siapa yang kita pinjami dan bagaimanakah kredibilitasnya. Disisi lain, negara kita juga perlu menjaga amanah besar ini agar segala perkembangan bangsa disini dapat terkontrol dengan baik. Asekkk.....
Untuk sisi operasional kemungkinan terdapat permasalahan bagi sebagian kalian. Perkiraan berapakah harga tiket yang cocok? Buat aku dari Yogya menuju Semarang semurah-murahnya Rp 300 ribu dan paling mahal Rp 500 ribu. Siapa yang mau banget uang sebesar itu habis dalam waktu 30 menit. Kalau dipikir-pikir lagi, harga tersebut sangat reasonable. Aku perkirakan bisa menembus 2 jam lebih paling cepat untuk pergi dari Yogya ke Semarang (atau sebaliknya) lewat Klaten, padahal dengan kereta cepat ini yang dimana masih muter lewat Solo sudah keduluan sampai. Harga sebesar itu seharusnya mendapat fitur yang melimpah juga, salah satunya tersedianya snack yang itupun juga gratis.
Disisi lain, Sumatra adalah pulau yang begitu panjang (±2000 km) dimana sangat cocok untuk dibangun kereta cepat karena jaraknya yang agak berjauhan walaupun mungkin hanya menghubungkan 2 kota besar di provinsi yang saling bersebelahan (dengan jarak 200 km an). Bukankah lebih diutamakan disana daripada di dalam pulau Jawa terutama daerah Joglosemar? Kalaupun untuk di Sumatra terlaksana beneran, minimal pulau Jawa dan Sumatra sudah terhubung dengan kereta terlebih dahulu. Apalagi kalau dilihat dari profit, sangat ampuh untuk diperoleh di daerah Joglosemar dibanding di Sumatra. Belum jalur kereta Trans-Sumatra yang masih sebagian sudah berjalan pembangunannya dan belum saling menghubungkan antar kota.
Melanjutkan kembali dengan kereta cepat Jakarta-Surabaya. Secara otomatis akan semakin mantap benefit yang diperoleh dan dapat bekerja lebih optimal jika terhubung dengan kereta cepat Joglosemar ini. Dan bisa menjadi pilihan fleksibel dibanding pesawat yang dimana kita menginginkan cepatnya waktu tempuh perjalanan dan secara bersamaan kita dapat menikmati perjalanan serta melihat pemandangan sekitar layaknya sebuah kereta reguler. Seandainya jalur ini dibangun pada spot pemandangan yang indah seperti jalur kereta di Jawa Barat bagian selatan, ketertarikan orang untuk menaiki transportasi ini semakin bergairah dan menjadi salah satu pilihan yang menarik untuk dipertimbangkan. Plus sulit berkembang kereta cepat Joglosemar ini jika tidak ada kereta cepat Jakarta-Surabaya pada akhirnya.
Jadi sampai disini saja. Semoga terhibur dan bisa mengisi waktu kosong kalian. Kapan-kapan aku lanjutkan lagi postingan semacam wacana ini terutama kereta cepat pada waktu yang akan datang
So Much Thanks and Goodbye... ;D
Labelku
- Tutorial OpenBVE (9)
- Behind The Scene of My Trip (4)
- Gapeka 2019 (3)
- Fakta Kereta Api Indonesia (2)
- Readopsi (1)
- kereta api (1)
- kereta stainless steel (1)
Update Blog
Btw sekarang saya sudah tidak melanjutkan pengembangan blog ini lagi, kalo ada kesalahan ataupun janji yg tidak dapat saya penuhi, saya minta maaf ya hehe, terima kasih buat kalian
Sunday, November 25, 2018
Saturday, November 3, 2018
Survei Jalur Double Track Solo Balapan-Solo Jebres Plus Dokumentasi (Juni 2018)
Selamat datang buat kalian dari pembaca lama sampai yang baru. Apa kabar kalian hari ini ? Semoga dalam keadaan baik-baik saja. Tak terasa liburan dulu sudah selesai, saatnya melanjutkan garapan besar ini. Jadi terpaksa terlambat rilisnya karena fokus menyelesaikan proyek video. Belum lagi beberapa postingan yang juga belum selesai digarap.
Proyek besar aku kali ini akhirnya telah dikerjakan yaitu survei atau memantau perkembangan jalur double track (DT) Solo-Madiun-Surabaya, untuk ini bagian Solo Balapan hingga Palur Insya Allah. Kemarin aku selesai membuat semacam teaser untuk postingan ini yang berisikan latar belakang semacamnya dan opini singkat dengan wacana KA All New Prameks. Saatnya kita mulai postingan utama ini. Sesuai judul, aku bagi menjadi dua bagian yaitu bagian ini dan selanjutnya Solo Jebres-Palur
Jam 1 siang aku mulai dari spot awal yaitu persimpangan rel di timur Stasiun Solo Balapan. Cuaca waktu itu terik banget dibanding kemarin yang sedang mendung-mendungnya. Jalur yang terbangun sudah menunjukkan akan seperti apa polanya pada saat jadi nanti. Dengan kata lain hanya tersisa beberapa pembangunan seperti melewati persimpangan rel disini, dan menyambungkan jalur di wilayah area padat pemukiman daerah Gilingan yang diharuskan terlibat aktivitas penggusuran. Untuk bagian itu nanti kita bahas lebih dibawah.
Apa saja yang sudah dibangun, saat aku lihat langsung dari calon jalur nya sendiri, terdapat selokan baru, dan tembok pembatas rel yang sekaligus berfungsi sebagai "sound barrier" atau peredam suara. Selokan air masih belum tersambung dengan yang sudah ada. Tembok pembatas sudah terbangun sekitar 200 m dan belum menyeluruh.
Kricak atau istilah umumnya yaitu kerikil pada rel ditumpuk menggunung untuk mengisi pada bagian jalur yang akan terhubung pastinya. Sebuah backhoe sedang terparkir karena diambilnya survei ini pada saat hari libur, khususnya libur lebaran.
Berjalan ke timur, yaitu sinyal masuk Stasiun Solo Balapan. Hal sepele yang ingin aku tinjau, apakah masih ada rel dengan bantalan kayu atau tidak. Untuk bagian jalur yang jarang dilalui kereta buat aku lumrah2 saja masih terpasang. Tapi pada persimpangan di jalur yang beroperasi juga masih terpasang ternyata, selain yang ada di bagian barat stasiun.
Aku memantau sebentar bantalan pada rel yang terbilang baru itu. Ternyata terdapat no serinya, dan di sisi rel satunya sudah tidak ada (paling sudah memudar). Tertampil angka 1067 (mm) yang berarti lebar rel dan 2015 adalah tahun pembuatannya. Menarik juga, karena dugaan awalku bantalan rel ini diproduksi tahun 2017 atau 2016.
Kita pindah ke bagian spot yang dimana dulu aku pernah ambil foto disana sekaligus terupload di dalam teaser postingan ini. Aku dulu iseng aja buat menuju spot itu saat jalan kampung di pinggir rel tersebut sudah berupa tanah. Sekarang sudah bisa dikatakan menjadi bagian jalur yang terlebih dahulu selesai dikerjakan dan diikuti terbangunnya tembok pembatas (buat yang aku ambil ini mungkin sengaja dibuat bolong, atau bisa jadi akan menyusul).
Selanjutnya yaitu menyebrangi palang rel buat mengambil foto dari sisi utara rel sekaligus penampakan Stasiun Solo Jebres. Di sisi utara jalur pun sudah dibangun tembok pembatas. Jika diperhatikan lebih, sedikit ke timur palang kereta terdapat jembatan untuk calon jalur baru yang sudah dibangun.
Stasiun Solo Jebres buat aku untuk sekarang berperan dua sekaligus yang sebelumnya hanya stasiun heritage tetapi ditambah untuk menaik-turunkan penumpang dari kereta yang rute perjalanannya melalui Kota Semarang. Terdapat perpanjangan peron dan pemasangan atap yang sudah menggunakan model "V". Secara fungsional kalau saat hujan, air terkumpul di bagian tengah atap yang dimana positifnya mengurangi masuknya air hujan di dalam kereta, semisal mengalir lewat pintu kereta hehe...
Untuk dampak sosial dari konstruksi tersebut, bisa dikatakan cukup terasa. Tapi mengingat dari semacam data kepemilikan lahan, sebenarnya bangunan tersebut berdiri di atas tanah PT KAI. Untuk perkembangan selanjutnya, kita tunggu akan seperti apa. Kalau bisa, aku akan hunting di bagian kelokan pasca palang Jebres yang kebetulan sudah dirilis videonya.
Yak, mungkin sampai disini dulu aja. Berhubung proyek ini terbilang gede aku rilis lebih lama bersamaan dengan mengurus postingan blog yang lain. Semisal ada kesalahan semacamnya, aku meminta maaf dan bisa diberi kritik serta saran. Untuk bagian Solo Jebres ke Palur, kita tunggu saja. Setelah cerita tadi sudah tersampaikan, saatnya yang ditunggu adalah dokumentasi selama survei dan ini diambil bulan Juni akhir. Setidaknya mewakili kondisi proyek ini tetapi di daerah lain.
Sebenarnya masih banyak banget yang ingin aku upload, tapi setidaknya beberapa foto diatas sudah mewakili dari kondisi lapangan. Kalo beberapa waktu kedepan ternyata ada yang perlu ditambah semisal, akan aku upload lagi. Terpenting dari itu semua, aku segera dapat menyelesaikan pr blog ini.
So Much Thanks and Goodbye... ;D
Proyek besar aku kali ini akhirnya telah dikerjakan yaitu survei atau memantau perkembangan jalur double track (DT) Solo-Madiun-Surabaya, untuk ini bagian Solo Balapan hingga Palur Insya Allah. Kemarin aku selesai membuat semacam teaser untuk postingan ini yang berisikan latar belakang semacamnya dan opini singkat dengan wacana KA All New Prameks. Saatnya kita mulai postingan utama ini. Sesuai judul, aku bagi menjadi dua bagian yaitu bagian ini dan selanjutnya Solo Jebres-Palur
Jam 1 siang aku mulai dari spot awal yaitu persimpangan rel di timur Stasiun Solo Balapan. Cuaca waktu itu terik banget dibanding kemarin yang sedang mendung-mendungnya. Jalur yang terbangun sudah menunjukkan akan seperti apa polanya pada saat jadi nanti. Dengan kata lain hanya tersisa beberapa pembangunan seperti melewati persimpangan rel disini, dan menyambungkan jalur di wilayah area padat pemukiman daerah Gilingan yang diharuskan terlibat aktivitas penggusuran. Untuk bagian itu nanti kita bahas lebih dibawah.
Apa saja yang sudah dibangun, saat aku lihat langsung dari calon jalur nya sendiri, terdapat selokan baru, dan tembok pembatas rel yang sekaligus berfungsi sebagai "sound barrier" atau peredam suara. Selokan air masih belum tersambung dengan yang sudah ada. Tembok pembatas sudah terbangun sekitar 200 m dan belum menyeluruh.
Kricak atau istilah umumnya yaitu kerikil pada rel ditumpuk menggunung untuk mengisi pada bagian jalur yang akan terhubung pastinya. Sebuah backhoe sedang terparkir karena diambilnya survei ini pada saat hari libur, khususnya libur lebaran.
Pengalaman baru yang diambil kali ini selain memantau proyek tersebut. Yaitu pertama kali aku melihat bagian persimpangan menuju Semarang tapi arah dari Solo Jebres. Bagian tersebut terbentengi dengan rumah penduduk. Sempat menjumpai semacam gudang logistik yang terlihat tua, tapi kalau dilihat sekilas masih beroperasi. Sebelumnya terdapat gudang logistik di sebelah selatan jalur kereta, saat sebelum aku memasuki tkp awal.
Berjalan ke timur, yaitu sinyal masuk Stasiun Solo Balapan. Hal sepele yang ingin aku tinjau, apakah masih ada rel dengan bantalan kayu atau tidak. Untuk bagian jalur yang jarang dilalui kereta buat aku lumrah2 saja masih terpasang. Tapi pada persimpangan di jalur yang beroperasi juga masih terpasang ternyata, selain yang ada di bagian barat stasiun.
Mungkin akan ada penggantian bantalan rel itu menjadi beton yang sudah menjadi bagian dari apa yang akan dikerjakan pada proyek DT ini nanti. Kalaupun tidak juga bukanlah masalah. Emang ada kereta yang melewati stasiun besar dengan kecepatan yang relatif kencang hehe...
Aku memantau sebentar bantalan pada rel yang terbilang baru itu. Ternyata terdapat no serinya, dan di sisi rel satunya sudah tidak ada (paling sudah memudar). Tertampil angka 1067 (mm) yang berarti lebar rel dan 2015 adalah tahun pembuatannya. Menarik juga, karena dugaan awalku bantalan rel ini diproduksi tahun 2017 atau 2016.
Setelah dari jalur persimpangan, kita pindah ke sebelah timur jembatan Gilingan dan menyebrang menuju sisi utara rel. Karena menanjak, sepeda listrik kutuntun saat naik. Buat spot hunting boleh juga ya. Masalah parkir, ditaruh di pinggiran jalan kampung bisa banget.
Dari atas jembatan serta pandangan terlihat ke arah timur, terdapat jalan berkontur tanah di sisi utara jalur dan diiringi dengan puing-puing bangunan yang berserakan. Bagian tersebut sudah dipastikan akan menjadi bagian calon pelebaran jalur. Turun dari jembatan ini pun juga dituntun karena terlalu terjal dan kebetulan remnya sedang bermasalah hehe... Aku lihat ada sebagian rel yang sudah terpasang.
Btw dari sini, aku mulai merasakan dehidrasi saking panasnya cuaca luar. Sebenarnya waktu itu aku mempunyai sebuah pertanyaan, apakah jalannya tadi akan diratakan dengan aspal/beton atau tidak ya...
Pada bagian selanjutnya jalur terputus dengan area padat bangunan rumah disana. Saat mendekati tempat tersebut, ada hal yang baru aku sadari. Tidak semua bangunan dirobohkan seluruhnya, ada juga yang "disunat" kamar belakangnya bahkan tembok tempat wudhu pada sebuah masjid di pinggiran jalur itu ikut terkena.
Jalan yang semakin aku lalui, semakin banyak puing-puing bangunan di jalan yang berserakan terutama ada yang berukuran besar. Sehingga memaksakan aku buat jalan kaki. Disana hampir tidak ada aktivitas penduduk yang terlihat. Dan melihat pada sisi selatan rel, pembuatan tanggul sudah 80% berjalan. Karena jalannya semakin sempit aku putuskan sampai disitu saja.
Masih di spot yang sama tapi dengan perspektif dari sisi sebrangnya. Lagi-lagi aku harus menuntun sepedaku saat aku pindah kesana. Tampak jelas sebagian bangunan di sisi utara jalur sudah ada yang tidak berpenghuni lagi dan barang-barang di dalamnya sudah kosong. Bisa dikatakan walaupun jarak antar stasiun kurang lebih sekitar 2 km, tapi secara skala buat aku setara dengan 10-15 km di area pesawahan biasa.
Salah satu hal yang menarik, sebuah rumah yang terkena tersebut ada yang berdiri dengan 3 lantai. Kayaknya kalau dilihat ya gimana gitu, rumah segede itu tapi sebagiannya ikut terkena dalam penggusuran. Tidak terasa sudah di ujung jalan kampung dan saatnya menyebrangi jalan besar.
Kita pindah ke bagian spot yang dimana dulu aku pernah ambil foto disana sekaligus terupload di dalam teaser postingan ini. Aku dulu iseng aja buat menuju spot itu saat jalan kampung di pinggir rel tersebut sudah berupa tanah. Sekarang sudah bisa dikatakan menjadi bagian jalur yang terlebih dahulu selesai dikerjakan dan diikuti terbangunnya tembok pembatas (buat yang aku ambil ini mungkin sengaja dibuat bolong, atau bisa jadi akan menyusul).
Aku kepikiran spot bagian ini dan tanggul yang tadi bisa aku jadikan buat memburu momen kereta pada nantinya. Tinggal realisasi selanjutnya saja akan bagaimana. Jalannya ini sendiri sekarang juga penuh dengan gelombang dan lubang-lubang pasca proyek.
Selanjutnya yaitu menyebrangi palang rel buat mengambil foto dari sisi utara rel sekaligus penampakan Stasiun Solo Jebres. Di sisi utara jalur pun sudah dibangun tembok pembatas. Jika diperhatikan lebih, sedikit ke timur palang kereta terdapat jembatan untuk calon jalur baru yang sudah dibangun.
Stasiun Solo Jebres buat aku untuk sekarang berperan dua sekaligus yang sebelumnya hanya stasiun heritage tetapi ditambah untuk menaik-turunkan penumpang dari kereta yang rute perjalanannya melalui Kota Semarang. Terdapat perpanjangan peron dan pemasangan atap yang sudah menggunakan model "V". Secara fungsional kalau saat hujan, air terkumpul di bagian tengah atap yang dimana positifnya mengurangi masuknya air hujan di dalam kereta, semisal mengalir lewat pintu kereta hehe...
Untuk dampak sosial dari konstruksi tersebut, bisa dikatakan cukup terasa. Tapi mengingat dari semacam data kepemilikan lahan, sebenarnya bangunan tersebut berdiri di atas tanah PT KAI. Untuk perkembangan selanjutnya, kita tunggu akan seperti apa. Kalau bisa, aku akan hunting di bagian kelokan pasca palang Jebres yang kebetulan sudah dirilis videonya.
Yak, mungkin sampai disini dulu aja. Berhubung proyek ini terbilang gede aku rilis lebih lama bersamaan dengan mengurus postingan blog yang lain. Semisal ada kesalahan semacamnya, aku meminta maaf dan bisa diberi kritik serta saran. Untuk bagian Solo Jebres ke Palur, kita tunggu saja. Setelah cerita tadi sudah tersampaikan, saatnya yang ditunggu adalah dokumentasi selama survei dan ini diambil bulan Juni akhir. Setidaknya mewakili kondisi proyek ini tetapi di daerah lain.
Sebenarnya masih banyak banget yang ingin aku upload, tapi setidaknya beberapa foto diatas sudah mewakili dari kondisi lapangan. Kalo beberapa waktu kedepan ternyata ada yang perlu ditambah semisal, akan aku upload lagi. Terpenting dari itu semua, aku segera dapat menyelesaikan pr blog ini.
So Much Thanks and Goodbye... ;D
Subscribe to:
Posts (Atom)